Breaking News

Sudah 10 Tahun Ramadhan di Palestina Dalam Suasana Perang



Total korban Palestina akibat perang selama lima bulan terakhir telah mencapai 31.272 korban tewas dan 73.024 korban luka. Mirisnya, 72 persen dari jumlah tersebut adalah anak-anak dan perempuan.

Sumber: Litbang Kompas | Foto: IDN Time


Bulan suci Ramadhan di Palestina jauh dari kedamaian. Setelah bertahun-tahun menghadapi represi kebebasan beribadah dari otoritas Israel, kini jutaan warga Palestina di Gaza harus menjalani ibadah puasa dalam bayang-bayang kelaparan dan terjangan bom. Dunia internasional perlu melakukan pendekatan agar kedua belah pihak segera melakukan gencatan senjata.

Memasuki bulan Suci Ramadhan, perang Hamas-Israel di Gaza belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), selama tiga hari pertama bulan Ramadhan (11-13 Maret 2024) sebanyak 235 warga Palestina tewas dan 370 lainnya terluka akibat serangan Israel.

Dengan demikian, total korban Palestina akibat perang selama lima bulan terakhir telah mencapai 31.272 korban tewas dan 73.024 korban luka. Mirisnya, 72 persen dari jumlah tersebut adalah anak-anak dan perempuan.

Bulan Ramadhan tahun ini terasa sangat berat dari tahun-tahun sebelumnya bagi warga Palestina, khususnya di Gaza. Selain karena Israel tak kunjung menghentikan serangan udara dan daratnya, akses bantuan kemanusiaan ke Gaza pun masih sangat dibatasi Israel. OCHA melaporkan, pada Februari lalu 40 persen misi bantuan kemanusiaan mengalami penolakan atau penundaan izin akses untuk masuk ke Gaza.

Padahal, Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terintegrasi (IPC) telah memproyeksikan bahwa seluruh 2,2 juta masyarakat Gaza akan menghadapi bahaya kekurangan pangan akut. Ancaman mati kelaparan bahkan mulai menjadi kenyataan. Hingga 12 Maret 2024, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan 27 korban meninggal akibat dehidrasi dan malanutrisi dengan 23 di antaranya anak-anak.

Sepuluh tahun Ramadhan tanpa kedamaian
Perang yang terjadi saat ini kian melebarkan jurang antara bulan Ramadhan di Palestina dengan kedamaian. Berdasarkan data OCHA, selama sepuluh tahun terakhir belum pernah sekalipun Ramadhan di Palestina berlalu tanpa korban jiwa dan luka akibat pertempuran atau insiden dengan pihak Israel. Total terdapat 1.216 warga Palestina yang tewas dan 16.033 lainnya terluka pada masa Ramadhan dari tahun 2014 hingga 2023.

Tahun 2014 menjadi tahun dengan bulan Ramadhan paling kelam bagi Palestina dalam satu dekade terakhir. Setidaknya terdapat 1.135 korban jiwa dan 7.198 korban luka di pihak Palestina yang jatuh selama bulan Ramadhan tahun itu. Jumlah ini mencakup 93,3 persen korban jiwa dan 44,9 persen korban luka Palestina pada bulan Ramadhan.

Besarnya jumlah korban tersebut tak terlepas dari Perang Gaza pada 2014 antara kelompok bersenjata Palestina dan tentara Israel. Perang tersebut meletus tepat di tengah masa Ramadhan, yakni 8 Juli 2014, dan baru usai satu setengah bulan setelahnya pada 26 Agustus 2014.

Sama seperti yang terjadi pada tahun ini, serangan udara hebat dari Israel merupakan biang keladi utama kematian bagi warga Palestina. Setidaknya 98,7 persen atau nyaris seluruh korban tewas Palestina pada Ramadhan 2014 disebabkan serangan udara.

Dilihat dari segi wilayah, warga Gaza tampak menanggung jumlah korban terbesar akibat menjadi palagan pertempuran terbuka. Namun, dilihat dari frekuensinya, warga Palestina di Tepi Barat sejatinya lebih rentan mengalami gesekan-gesekan dengan pihak Israel yang berisiko menimbulkan korban.

Dari 10 kali Ramadhan pada 2014-2023, korban tewas di Gaza hanya muncul pada tahun 2019, 2018, 2017, dan 2014. Sementara di Tepi Barat selalu jatuh korban tewas di setiap bulan Ramadhan pada kurun waktu yang sama.

Jika mengecualikan perang terbuka, korban tewas atau luka Palestina di masa Ramadhan paling banyak disebabkan tindakan represif aparat keamanan Israel dalam melawan demonstrasi warga Palestina. Hal ini tecermin dari besarnya korban luka yang disebabkan gas air mata dan peluru karet. Pada bulan Ramadhan sepuluh tahun terakhir, OCHA mencatat, terdapat 4.673 korban luka Palestina atau sekitar 29 persen karena terpapar gas air mata dan 2.938 lainnya atau sebesar 18,3 persen terluka akibat tertembak peluru karet.

Salah satu perseteruan paling besar antara Palestina dan Israel di bulan Ramadhan terjadi tahun 2021. Konflik tersebut dipicu serangkaian tindakan provokatif dari polisi Israel terhadap warga Palestina yang tengah merayakan Ramadhan di Masjid Al-Aqsa, salah satu situs paling suci bagi umat Islam. Tensi semakin memanas ketika Pemerintah Israel berupaya mengusir warga Palestina yang mendiami Sheikh Jarrah, sebuah kawasan pemukiman di Jerusalem.

Kelindan permasalahan sengketa wilayah dan penghinaan terhadap situs suci keagamaan di bulan suci Ramadhan pun akhirnya mendorong puluhan ribu warga Palestina melakukan perlawanan besar-besaran terhadap aparat keamanan Israel. Pihak keamanan Israel pun membalas dengan tembakan gas air mata, peluru karet, hingga bom kejut. Pada akhirnya, sebanyak 3.578 orang Palestina terluka selama bulan Ramadhan 2021 dengan 70 persen di antaranya disebabkan oleh gas air mata dan peluru karet.

Tetap semangat menjalani Ramadhan
Meski kesedihan dan duka selalu menggelayuti Ramadhan di Palestina selama bertahun-tahun, warga Palestina tetap semangat beribadah di bulan paling suci bagi umat Islam tersebut dengan sebaik mungkin.

Tersebar sejumlah foto anak-anak Palestina di kamp pengungsian Rafah yang tersenyum lebar sembari membawa lentera tradisional Palestina, fanous. Ada pula foto-foto tentang keluarga yang menyiapkan hidangan buka puasa di tengah reruntuhan rumah mereka di Deir el-Balah, Gaza. Gambar-gambar tadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa raungan jet tempur atau gelegar meriam tank Merkava Israel tak mampu menggetarkan semangat warga Palestina beribadah Ramadhan sekalipun dihadapkan dengan semua keprihatinan dan kesengsaraan.

Meski demikian, semua tekad itu tetaplah memerlukan dukungan dan aksi nyata dari segenap penjuru dunia. Gencatan senjata yang digadang-gadang oleh Amerika Serikat akan disepakati sebelum Ramadhan nyatanya hingga kini masih menemui jalan buntu.

Dewan Keamanan PBB pun sampai sekarang belum juga menemukan jalan tengah untuk mencapai resolusi terkait perang Gaza. Israel masih keras kepala dengan ambisinya menaklukkan Hamas dan Gaza, sedangkan Hamas masih berusaha menegosiasikan kekuatannya dengan tetap menahan sandera.

Asa warga Palestina kini digantungkan pada segenap penduduk dunia yang masih mau mendengarkan hati nurani. Desakan, tuntutan, dan tekanan untuk segera mengakhiri konflik di Gaza harus selalu digencarkan tanpa lelah.

Bulan suci Ramadhan diharapkan menjadi pengingat bagi para elite politik untuk sejenak menanggalkan kepentingan politiknya dan menempatkan kemanusiaan serta welas asih di urutan pertama. Kelak akan tiba saatnya bagi warga Palestina dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan penuh kedamaian, tanpa duka, tanpa kematian. 

Type and hit Enter to search

Close