Saya mengira dialektika antara Ibu dengan anak lebih banyak dalam Qur'an, tapi ternyata dialektika yang diceritakan dalam Qur'an dan sejarah kenabian justru lebih banyak antara Ayah dengan anak.
Dua kasus ini saya dapatkan dari ceramah Ustadz Budi Azhari,LC, ahli sejarah Islam. Untuk kalian yang belum yakin silahkan ceka sendiri, buka kisah kisah dal Al Qur'an.
Tapi saya sendiri sudah meyakini dua hal di atas. Pada kasus pertama, yaitu kehadiran seorang Ayah penting bagi anak - anak terkonfirmasi oleh Psikolog Elly Risman dalam sebuah acara di televisi.
Dia katakan, salah satu faktor kegagalan generasi sekarang adalah minimnya peran Ayah dalam anak - anak. Selama ini Ayah ditempatkan hanya sebagai pencari uang sementara urusan anak diserahkan sepenuhnya kepada istri.
Padahal, ada karakter dari seorang Ayah yang tidak dimiliki oleh istri dan itu harus tersampaikan kepada anak anak. Berpuluh puluh tahun anak anak kehilangan figure Ayah karena Ayah sibuk cari duit.
Ayah mereka memang ada, tapi sepeti tidak ada. Apa yang disampaikan Elly Risman mengkonfirmasi kebenaran apa yang disampaikan Ustadz Budi Azhari.
Coba Anda cek kisah di Al Al Qur'an itu memang lebih banyak dialektika antara Ayah dengan anak. Semisal dialektika Nabi Ibrahim dengan ayahnya, dialektika antara Nabi Yusuf dengan anaknya, Rasulullah sendiri lebih banyak dialektika dengan kakek dan pamannya sebagai ganti dari ayahnya yang meninggal sebelum ia lahir.
Dan masih banyak kisah yang menunjukan bahwa memang dialektika antara Ayah dengan ibu itu lebih banyak dibandingkan dialektika antara Ibu dengan anak.
Ini pula yang dilakukan dimasa kerjaaan tempo dulu. Pada cerita yang digambarkan melalui sandiwara dan film, raja - raja di Jawa memang lebih banyak dialektika dengan putera mahkota.
Terus terang saya sendiri merasakan apa yang disampaikan Ustadz Budi Azhari dan dibenarkan Elly Risman. Jadi saya meyakini bahwa itu benar -benar berdampak bagi karakter anak.
Mengutip Budi Azhari bahwa ketika seorang perempuan berhasil menjadi istri maka dia akan berhasil pula menjadi seorang ibu. Apa yang dikatakan Budi Azhari lagi - lagi saya meyakini karena saya merasakan sendiri.
Ketika dia memainkan peran istri dengan baik maka otomatis dia akan memainkan peran sebagai ibu dengan baik pula. ***
Social Footer